Tak tahu dari mana kisah ini harus berawal, mungkin permulaan dari
kepingan kisah masa lalu. Aku memang tak pandai menulis, aku tak puitis bahkan
romantis. Namun kisah inilah yang menarikku tuk sedikit melahirkan antologi.
Kini aku duduk di bangku SMA, aku hidup di kehidupan dan lingkungan
yang baru. Tinggal di asrama. Seperti biasa,
sebagai anak baru kami saling memperkenalkan diri. Kali ini aku terkesima untuk
satu suara laki-laki.
“hadir!” sambil memperkenalkan
diri. Aku yang semula terdiam, seakan tersambar petir.
“suara itu? suaranya? siapa
dia?” mataku jelalatan mencari suara setan itu. Yah, suara setan. Suara itu
menggangguku! mengingatkanku pada masa lalu. Suara inilah, permulaan dari
kepingan kisah masa lalu itu. Aku memang merindukan suaranya. Bukan hanya itu,
bayangan dan senyumnya pun masih terngiang. Tidak! aku harus menepis semuanya.
Sebab inilah mengapa ku sebut itu suara setan.
Ku tahu dia, begitupun sosoknya. Laki-laki ikal. Satu ruangan kelas
membuatku terasing dengannya. Hanya karena tingkah, tawa, dan suara mautnya
sama percis dengan masa laluku. Ah mengganggu saja! membuatku semakin muak! Dengar aku kawan, aku hanya tak mau
mengingatnya. Sebaliknya, kau malah mengingatkanku padanya. Itu membuatku
kalang kabut, bahkan kesal sendiri. Terlebih memperhatikan tingkah tengilmu,
Tanpa disengaja. Maka dari itu nafas benciku terlahir. Hampir sebagian dari
mereka tahu. Bahwa aku sangat tak menyukainya. Aku hanya merasa iba, pada
kekasihnya. Karena dia kena imbasku, aku ikut tidak menyukainya. Perempuan yang
pernah menjadi teman semejaku.
Mungkin istilah lain, aku membenci laki-laki itu. Jangankan untuk
melihat wajahnya, mendengar suaranyapun aku muak. Setidaknya dia teman
sekelasku, mustahil jika aku tak melihatnya. Sebenarnya keadaan ini hanya
merugikan diriku sendiri, tidak untuk dirinya. Hal lain yang membuatku lebih
jengkel. Tergugah untuk mengalahkannya. Bayangkan saja, sekejap dia berubah
menjadi laki-laki jenius. Sering kali aku melihatnya menjawab soal-soal yang
menjadi kelemahanku. Matematika dan IPA.
“aku tak terima ini! Aku harus melebihinya apapun jalannya! Dia tidak
boleh melangkahiku!”
Tingkahnya kali ini justru meniup semangat juangku. Aku berburu teman-temanku
yang memang ahli pada kelemahanku. Setidaknya musuhku itu motivatorku. Saat ini
aku takkan memikirkan perasaan jijikku padanya. Aku harus menelan ludah dan
mengacungkan jempol untuk mengalahkannya. Pepatahpun mengatakan : musuh yang
pintar lebih baik dari pada teman yang bodoh.
Alhasil, menginjak kelas 2 SMA. Aku berada lebih atas darinya dengan
hasil ujianku yang pas-pasan. Aku bersyukur, kali ini kami pisah kelas. Disisi
lain aku amat berterima kasih dengannya. Karena dialah yang meniup semangat
juangku.Namun aku hanya berterima kasih pada tuhan dan semoga tuhan
menyampaikan rasa terima kasihku padanya.
“ya Allah terima kasih atas nikmatmu. Sampaikan pula salam terima
kasihku padanya.”
Aku mulai was-was. Takut dengan perkataan mereka, dengan semua yang ku
alami.
“awas lho,benci nanti jadi cinta lagi?” goda gia, teman dekatku kala
itu.
“ah, omong kosong! Itu hanya mitos belaka. Mustahil! aku takan pernah
menyukainya!” sebenarnya ragu ku katakan ini. Ah! Macam mana pula ini? Nyatanya
kami mulai berkawan, perlahan-lahan. Saling tegur. Mungkin karena buku motivasi
yang dia pinjamkan padaku.
Sore itu, sepulang sekolah.Tingkah aneh pertamaku. Ketika aku harus bicara
mengembalikan buku pinjamannya. “hei! Terima kasih. Ku tunggu pinjaman bukumu
berikutnya.”
“Ok! Your welcome.” Sorot matanya tajam melihatku. Tatapannya adalah
belati yang merobek semua perasaan benciku dulu. Itulah yang kurasa. Aku
seperti melejit ke udara. Dengan kepakan sayap yang indah.
“apakah ini yang mereka bilang falling in love at first sight? Entahlah”
aku masih tersenyum sumringah.
“Tidak! Tidak mungkin! Dia sedang dekat dengan perempuan lain.” Walau
hubungan dengan kekasihnya sedang di ambang kehancuran. Meskipun begitu,
mengapa aku merasa dongkol. Sudahlah aku tak mau menjilat ludahku sendiri. Hanya
karena perasaan ini. Dan mereka pun tetap ecamkan itu. “awas! Benci bisa jadi
cinta”
***
Hari kebebasan tiba, liburan. Hari kemenangan telah di ambang
penantian. Bulan ramadhan pun sudah hampir di penghujung, menyambut hari
kemenangan. Kami mengadakan baksos, kebetulan tak jauh dari tempat tinggalku.
Lina sebagai tuan rumah. Dan laki-laki itu. kau! Kau itu jelangkung. Datang tak
dijemput, pulang pun tak diantar. Dia bukan bagian dari kami. Kami tak
mengundangnya. Namun, sebagai tamu asing kau tetaplah raja di daerah kami.
Aku terperangah dengan senyuman terpendam ketika melihatmu. Membentangkan
tangan, memanggilku dari kejauhan. “deaaaaa . . . !”
“kau ikut acara ini?”
sebenarnya pertanyaan yang tak seharusnya di lontarkan.
“jelaslah, untuk apa kau di sini,
kami tak mengundangmu.” Hampir salah tingkah ku ucapkan itu.
Di waktu yang lain, ketika dia sedang
tertidur. Ku geledah telepon genggamnya, sembunyi-sembunyi. Aku hanya ingin
tau, bagaimana kau berdekatan dengannya, wanita idamanmu. Dengan pasti kau pun
menyimpan fotonya. Nyatanya? Yang kutemukan itu hal yang sangat mengejutkan. Akupun
hanya bisa tertawa dalam hati. Dasar pencuri! Ingin sekali ku tarik telingamu
yang sedang terlelap. “hei! Jelek! untuk apa kau simpan fotoku! Dasar bodoh!”
tapi, tak usahlah ku bangunkan kau dengan cara seperti itu. Biarkanlah aku
tersimpan di memorimu secara rahasia. Walau hanya gambar berwarna. Asal muasal
foto itu tak perlu aku tahu. Setidaknya kali ini aku terkulai senang di
buatnya.
Kisah ini berawal dari “the memoriam of
shoes”. Masih dalam acara baksos. Pagi itu kami semua lari pagi. Lumayan,
tempatnya cukup strategis. Ketika ku lepas sepatu. Laki-laki itu mengambilnya. Sebentar,
rupanya aku belum memberi tahu laki-laki yang sejak awal membuatku jungkir
balik perasaan ini. Dia bernama Zimmy. Bayangkan saja, aku bak Cinderella
mengejar anjing. Mengejar zimmy yang membawa lari sepatuku.
“tidakkah kau tahu kawan? Sepatuku itu
berbulan-bulan tak ku cuci. Karena ku memakainya hanya ketika liburan tiba.”
Terus saja zimmy berlari tak
menghiraukan. Aku dan dia berlarian seperti film india. Hanya saja aku dan tak
menari dan bernyanyi. Tapi menggonggong. Zimmy melemparkan sepatuku ke atas
pohon.
“heh! Bodoh! Turunkan sepatuku!”
aku kesal, walau canda tawa itu begitu amat terlepaskan.
Zimmy hanya tertawa. “ambil saja jika kau
bisa!” senang sekali melihatku sengsara.
“ambilkan! Aku tak sampai!” ku tarik-tarik
bajunya yang elastis.
“kau yang berbuat, kau pula yang harus
bertanggung jawab!” Akhirnya zimmy mengambilnya kembali.
“dasar
bodoh, kau yang letakkan sepatuku disana mengapa kau tak bisa mengambilnya
kembali” aku melihatnya lompat lompat seperti tupai. Tak sampai, berusaha
mengambil sepatuku. Alhasil, dia berhasil mengambilnya.
“menyebalkan ! huh!” dongkol ku, sambil
tersenyum puas!
“menyebalkan? Namun bukankah ini semua
menyenangkan?” kata zimmy, dengan kenyang membuatku seketika menjadi atlet
marathon. Aku tersenyum dengan pertaannya, tak mengerti maksud dirinya berkata
demikian. The Memoriam of shoes, masih terkenang di kisah selanjutnya.
Zimmy pamit lebih dulu dari pada yang
lain. “yah aku masih ingin kau disini, temani aku seperti tadi pagi” ungkap
hatiku yang sedang meletup-letup. Mulai dari situ kami bersahabat. Walaupun
zimmy lebih bersahabat dengan mereka yang lebih berharga dariku. Perempuan yang
dekat dengannya, dan kedua sahabatnya. Mereka semua berempat. Saling
berpasang-pasangan. Zimmy dengan ira. Dan zein dengan rina. Walaupun demikian
aku tetap berada di belakangmu kawan. Aku akan selalu ada untukmu jika kau
butuh, dan ku harap kaupun begitu.
Aku tetap berjalan hingga bosan, dalam
potret kehampaan. Sendiri. Namun aku masih punya cinta sampai hari ini
setidaknya. Walau rasa itu hanya selepas bayangan dan hembusan angin mesra ketika
ku melihatmu. Laki-laki bernama zimmy itu.
***
Kali ini aku sudah berkasih (sebenarnya
aku lebih suka bilang berpacaran). Namun bukan dengan zimmy. Hanya untuk
mengisi kegalauan hatiku oleh kehampaan. Ku kenal dia di acara baksos yang sama.
Dia Pras. Di luar warasku, Tak terpikirkan sama sekali bahwa aku akan berkasih
dengannya. Pasalnya aku lebih dekat dengan zimmy, terlebih akupun tak begitu
tahu tentang pras. Sekiranya yang kuharapkan itu, “The memoriam of shoes”. Laki-laki
jelek dan menjengkelkan itu. Entahlah aku tak tahu akan seperti apa kisah ku
kali ini dengan pras. Ini semua lebih baik, dari pada aku harus menunggu sesuatu yang tak seharusnya ku harapkan.
Hubunganku dengan pras mengalir begitu
saja. Walau pernah ku ukir kenangan indah bersama laki-laki lain. Tapi aku
takkan mengatakan siapa laki-laki itu. Keputusanku terhadap pras ini semata-mata
untuk mencegah agar aku tak menjilat liurku sendiri. Setidaknya dengan berkasih
dengannya, aku bisa menjauh dari perasaan yang tak pernah bisa kujelaskan ini
terhadap zimmy. Fatalnya, tetap saja laki-laki itu mengusikku. Dia dan bayangan
senyumannya enggan tuk minggat dari otakku. Membuatku harus berguling-guling di
kasur yang sempit. Tak bisa tidur. Jika ku pejamkan mata, rasanya aku seperti
di angkat ke langit.
Entah apa yang kurasa. Bahkan akupun
lebih dekat dengan zimmy dari pada pacarku sendiri. Kadang zimmy pula yang
menjadi bahan komunikasiku dengan pras. Karena mereka satu kelas. Hanya zimmylah
laki-laki yang dekat denganku saat itu. Zimmy pula yang mampu membuatku
tersenyum dalam situasi dan keadaan apapun. Magic apa sebenarnya yang dia
taburkan padaku. Aku berperangai cuek, jutek, terlalu jarang tuk tersenyum. Namun
sekejap berubah, jika ku harus berpapas wajah dan mendapat surat dari zimmy.
Aku seperti burung yang melejit ke udara. Dengan kepakan sayap membahana yang
memecah langit, Duduk gemetar seperti baru saja melihat seribu malaikat.
Perlu kau tahu zimmy, “aku lebih sering tersenyum karena kau!” kecut
hatiku.
Aku mulai merasa jenuh dengan pras. Percuma
saja semuanya. Terlebih aku berperasaan lebih pada laki-laki lain. Hubunganku
dengan pras pun berakhir dengan jalan dan situasi yang sangat begitu mendukung.
“laki-laki lain? Siapa dia?” Tanya gia.
“tak perlu
ku beritahu, karena aku pun tak paham perasaan macam apa ini? Ah, sudahlah. Aku
hanya merasakan perasaan senang yang tak pernah bisa ku jelaskan.Semuanya
seperti pelangi tak terjamah.Indah tak terlukiskan.”
“ah berlebihan saja kau.”
Ejek gia mengahadapi aku yang di rundung cemas perasaan.
Paginya. Ku terima surat dari zimmy. Aku
terhenyak. Membentakku dengan sinis dalam suratnya.
“hei.
Mengapa kau akhiri hubunganmu itu. Kau tahu sobat? Pras masih begitu
menyayangimu. Berharap kau tetap bersamanya lagi.”
“aku tak
bisa. Aku segan. Dan ternyata diapun sejak awal hanya bermain-main denganku.
Untuk apa ku pertahankan? Jika dia masih menyimpan rasa dengan mantan
kekasihnya, teman sekamarku sendiri. Biar saja penyesalan itu ia gerogoti
sendiri”
padahal akupun demikian. Sejak awal
dengan pras. Semata-mata untuk bermain sesaat. Yang ku kira sebagai obat
mujarab. “kawan andai saja kau tahu. Ku selipkan sesuatu untukmu di hati
kecilku” gumamku dalam hati pada zimmy. Tuhan mengapa kau hantui perasaan ini
padaku? Apakah ini yang sakral mereka bilang cinta? Tak mungkin! Aku tak
mungkin mencintainya. Aku hanya senang berdekatan dengannya hanya memang karena
dia menyenangkan.
Gia pun nampaknya curiga denganku. Mereka
yang dekat denganku pun, tahu kedekatanku dengan zimmy.
“de, aku mulai curiga denganmu? Kau
menyukainya?Laki laki ikal itu?”
Aku tertegun, sekonyong-konyongnya, aku di sergap malaikat kubur. Membuatku
mati tingkah menjawab pertanyaan gia.
“tidak! Aku hanya
senang dengannya. Aku menyayanginya, karena dia sudah ku anggap sahabat.”
Jawaban itulah yang terus ku lontarkan, sebenarnya ku paksakan.
Malam itu zimmy menemuiku di depan kelas.
“aku akan
di botak besok. Karena surat yang ku titipkan untukmu tadi siang, tertangkap
oleh guru. Baca suratku ini. Jangan sampai seorangpun tahu.” zimmy mengulurkan
tangannya dengan mata mendelik kesegala arah. Gelisah kalau-kalau di pergoki
orang lain. Terlebih guru.
“memang apa isi surat kau yang tertangkap
itu? Hingga kau harus di hukum berat seperti itu?”
“nanti akan ku beritahu. Kali ini belum
saatnya.” Zimmy berlari meninggalkanku.
Aku terhenyak, dia mendapat hukuman hanya
karena secarik surat untukku. Itu memang kesalahannya. Namun aku tak tega jika
harus melihatnya tanpa rambut. Terlebih minggu-minggu ini dia akan mengikuti
perlombaan. Pasukan pramuka sekolah kami akan mengikuti perlombaan di luar
sekolah. Ku tahu dirinya galau di tambah pula kesibukannya saat ini. Surat yang tertangkap itu masih membuatku
penasaran dengan tanda tanya besar. Sebenarnya apa isi suratnya sampai harus
berakibat fatal seperti ini.
Malamnya sebelum tidur, ku baca suratnya.
Terselip sebuah puisi untukku. Sulit ku menjamahnya. Aku sudah lupa, yang masih
ku ingat penutup puisinya saja.
“tunggulah
di saat hari kebebasan itu tiba, tetaplah untuk selalu membuka pintumu. Namun
jika pintumu tertutup oleh orang lain. Jangan harap ku akan menepati janjiku.
Selamanya.”
Aku tak bias tidur malam itu. Hanya karena puisi tak jelas.
"janji?” ku kilas
balik semua perkataannya.
Dulu saat ku sedang merasa frustasi .Aku sempat menulis di buku
seorang teman dekatku.
“kawan, buat aku happy
disini” sehari sesudahnya. Tiba-tiba kulihat tulisan zimmy.
“akan jadi janji untuku.
This is the new adventure for me”
Artinya zimmy akan membuat hidupku bahagia di ruang lingkup kotak
namun rumit ini. Kawan, tak perlu kau berjanji. Aku sudah cukup bahagia
berkawan denganmu.
***
Di cerita yang lain. Rina salah satu
sahabat dekat zimmy bercerita banyak tentang zimmy. Tentang hubungannya dengan
Ira. Akupun hanya bisa membusungkan dada dalam-dalam mendengar cerita rina. Sakit
hati itu memang pedih.Tapi, mencinta tanpa bicara itu ternyata menimbulkan
pedih yang luar biasa.
“aku cukup
iba melihat zimmy. Selama ini dia sudah cukup berkorban untuk mendapatkan ira.
Namun Ira sama sekali tidak meresponnya. Padahal zimmy sangat menyayanginya dan
rela melakukan apapun untuknya.” Gumam Rina.
“ih, bodoh
sekali ku bilang! Mengapa ira seperti itu. Menurutku zimmy tipe laki-laki
baik dan setia. Aku pun kagum mendengar
ceritamu tentangnya.” Kagumku menahan pedih.
“iya, Ira
masih belum bisa menerimanya lebih dari status hubungannya saat ini, kakak
beradik. Saat ini ira masih proses, berusaha untuk menerima zimmy dan
menyayangi zimmy. Serta melupakan masa lalunya. Karena zimmy sudah dalam
keputusasaan mendapatkan Ira.” Rina meyakinkan tentang hubungan mereka.
Mendengar cerita Rina aku tersenyum
menjerit dalam-dalam dihati. Aku seperti orang lupa diri. Pontang panting
kembali ke kamar. Dengan perasan cemburu yang bergumpal-gumpal dalam perutku. Perasaan
ini sungguh menyesaki ronggaku. Aku terkulai dibuatnya. Selebihnya aku di dera
siksa. Dua nama yang serasi kan berpadu dipertemukan nasib, aku semakin
menderita. Rasanya ingin aku tidur lagi. Baru bangun jika mendengar sangkakala
hari kiamat.
Seandainya kita bisa tahu dengan siapa
kita akan berjumpa lalu jatuh cinta. Seperti tak ada lagi hari esok. Wahai
Tuhan yang sedang duduk di singgasana langit ke tujuh! Inikah kehidupan yang
kau berikan padaku? Mungkin hanya waktu yang sedikit demi sedikit dapat melipur
laraku. Waktu pula yang mampu meredakan sesak yang ku alami. Hanya waktu yang
tak pernah banyak tingkah. Namun waktu adalah musuh yang dia tipu saban hari
dengan harapan. Aku masih terngiang akan janji zimmy, bahwa dia akan membuatku
bahagia disini. Walaupun aku tak tahu seperti apa jalannya. Tetapi mengapa? Dia
memberiku harapan dengan janji itu.
Karena teristimewa untuk cinta waktu
menjelma menjadi jerat. Semakin cinta melekat, semakin kuat waktu menjerat. Jika
cinta yang lama itu menukik. Jerat itu mencekik. Bagiku waktu telah menjadi
spekulasi yang mendebarkan. Akankah esok semuanya berubah?
Zimmy masih dalam pengiriman pasukan
pramuka di luar sekolah. Otakku masih terbayang bayang cerita Rina. Sampai
giapun kembali ikut rungsing melihatku.
“bagaimana
?sudahlah tak usah kau ingat-ingat dulu untuk sementara ini. Akupun ikut resah
melihatmu.” Gelisah Gia
“aku takkan
mungkin menghancurkan harapan zimmy untuk mendapatkan ira, akupun takkan
menggagalkan usaha ira untuk mencintai zimmy.
aku tak mau
melenyapkan kebahagian zimmy yang hampir saja ia dapatkan. Lalu bagaimana
denganku?” kataku gamang.
“entahlah
akupun tak paham dengan kalian. Kau hanya tak ingin ira berfikir bahwa kaupun
menyayangi zimmy. Aku tahu itu maksudmu” Gia berlaga sok tahu.
“ bisa saja sahabatku ini !” tersenyum
memukul pundak Gia.
Sejurus kemudian diantara ingar bingar
itu terbesit rencana untuk menjauh dari semua keindahan ini. Aku harus rela
jauh dari orang yang selama ini mensupportku. Laki-laki yang belakangan ini
membuat hidupku seperti pelangi. Aku harus menjauh darinya, menjauh dari
perasaan yang tak pernah bisa ku jelaskan ini. Demi kebahagiaan yang selama ini
di nantinya.
Agar Ira menghurungkan niatnya
menjodohkan aku dengan zimmy, karena selama ini ia berfikiran bahwa aku begitu
menyayangi zimmy. Agar Ira percaya bahwa aku sama sekali tak menyimpan perasaan
lebih terhadap zimmy. Iyah, itu keputusan terakhirku untuk mensudahi semua ini.
Mensudahi kedekatan dengan laki-laki yang selama ini mengobrak abrik jam
belajarku, menyita waktu tidurku, memporsir nafsu makanku, mondar-mandir di
kepalaku. Laki-laki tak tahu adab! Terus saja menggangguku!
Namun kali ini aku kehilangan semuanya.
Ku lamunkan semua kebijakan itu dengan menanggungkan satu perasaan duka lara
yang mendalam, sambil melihat kedua kakiku yang berayun-ayun bahkan tak sampai
kebumi. Jika tidak bersedih atas sebuah kehilangan menimbulkan perasaan
bersalah. Hal itu merupakan kesalahan baru. Sebab kesedihan harusnya menjadi
bagian dari kebenaran. Aku wanti-wanti takut-takut keputusan ini salah. Nampaknya
kesedihan ini semakin dalam ku alami, kesepian di keramaian. Mengeluarkannya
dari ingatan bak mencairkan angin dari awan. Afraid, I’m so afraid of losing someone I never have.
Sepulang perlombaan pengiriman pasukan
pramuka, zimmy sakit. Hampir satu bulan aku tak melihatnya. Kabarnya dia
mengidap penyakit typus. Sungguh kala itu pula aku di sesaki oleh satu
perasaan. Rindu.
Zimmy kembali bersekolah, aku melewatinya
di depan kelas. Berat untukku menahan semua rasa ini. Ingin sekali aku
menegurnya, di sisi lain aku punya janji, bahwa aku akan menjauh darinya. Dan
ku coba tuk lepaskan semua ini.
“hei, bagaimana
keadaanmu? Sudah sembuh?” melihat postur tubuhnya yang terlihat lebih kurus.
“iya” singkatnya dengan
senyuman yang lama ku rindukan.
“kau sakit apa?” tanyaku
basa basi, padahal sebenarnya aku tahu.
“typus”
Aku kembali ke kelas. maaf kawan, aku tak
bisa banyak bicara denganmu. Di hari seterusnya, setiap berpapasan dengannya
aku tak pernah menghiraukan sapaan bahkan senyumannya. Menundukkan pandangan
itu lebih baik bagiku. Kawan sebenarnya aku tak sanggup dengan semua ini. Tak
ada niat ku jatuh cinta padamu, karena kau miliknya. Tapi rasa ini tak bisa ku
pungkiri lagi. Ku sengaja menjauhi kehidupanmu, karena ku tak ingin jadi
pengganggumu. Tawamu adalah bahagiamu, bukan bahagiaku. Tapi sedihmu adalah
sedihku. Zimmy pun berkirim surat.
“kawan sepertinya ada
yang lain darimu? Apa yang terjadi? Aku merindukanmu.”
“ah, biasa saja. Ada
saatnya kau harus tahu semuanya. Aku juga merindukanmu kawan. Hampir satu bulan
kau tinggalkan aku.”
Semua ini berkelanjutan, hingga
berbulan-bulan. Sampai saatnya liburan tiba. Tengah malam zimmy menelponku. Kami
bicara banyak.
“hei, bagaimana kabarmu ? apakah aku
mengganggu?”
“tidak, ada apa? Tak biasanya kau
menghubungiku?” aku berusaha cuek, sebenarnya aku senang tak terkirakan.
“aku
percaya denganmu. Aku punya banyak cerita. Aku tak tahu harus menceritakan ini
kepada siapa lagi, selain denganmu. Ku harap kau mau mendengarnya.”
“baik,
ceritakan saja jika kau mau?”
“kau tahu,
aku pernah menjalin hubungan dengan ayu? Kau tahu? Mengapa hubungan itu
berakhir?”
“iya aku
tahu, aku tahu semua tentangmu. Dasar bodoh! Mengapa kau mengakhirinya?”
“apa yang
kau tahu penyebab hubunganku berakhir?” Tanya zimmy memastikan.
“kau
diamkan ayu, ketika liburan. Kau jarang menghubunginya.” Jawabku pasti.
“kau tahu apa sebabnya?”
“kabarnya kau mempunyai
wanita lain.” Tebakku.
“atagfirullah, aku tak
pernah seperti itu! Hubunganku dengannya berlangsung 10 bulan. Entah mengapa. Aku
merasa jenuh dengannya ketika hubunganku menginjak 6 bulan. Di tambah,
tingkahnya, yang tak pernah lepas dari cermin. Aku segan. Setelah itu aku di
hantui perasaan oleh seorang wanita. Wanita jelek, rebek, jutek, kecut,
cemberut terus, cuek, aku semakin penasaran di buatnya. Terlebih kabarnya dia
tak suka denganku kala itu. Kau tahu siapa dia ?”
“mana ku
tahu, kau tak pernah ceritakan hal ini?”
“perempuan
itu, teman sekelasku. Dede rizamis. Kau” ringan sekali dia bicara. Aku
terhenyak. Dia menyebut namaku. Aku terdiam sejenak.
“aku? Lucu
sekali ceritamu! haha” berhumor sedikit.
“iya, kau.
Ku cari semua tentangmu. Sampai harus menelantarkan ayu. Karena aku bingung. Bagaimana
caranya mengakhiri hubunganku dengan ayu. Itulah sebabnya mengapa ku diamkan
ayu. Sampai dia merasa tak tahan denganku.”
“aku tak
yakin dengan ceritamu.” Sambil tersenyum sipu aku di balik telepon genggam.
“terserah
kau, yang jelas. Akupun tahu semua tentangmu. Aku tak habis fikir. Ternyata
orang yang selama ini ku incar menyimpan rasa yang sama denganku.haha. kau
tertangkap basah! Ketahuan!” zimmy tertawa senang, menangkap buronan.
“apa
maksudmu? Terlalu percaya diri.” Aku bingung. Salah tingkah, akan ku jawab apa
ini semua?
“sudah! Kau
tak bisa bohong. Banyak saksi dan bukti.” Zimmy seperti sedang menyidangku di
pengadilan.
“baik, akan
ku ceritakan. Hingga aku bisa menyimpan rasa yang tak pernah bisa ku jamahi.”
Saat itulah kami saling terbuka oleh
perasaan masing-masing. Akupun tak pernah menduga jika kisahnya harus seperti
ini. Sudah hampir satu tahun lebih, kami menyimpan semuanya erat-erat. Kami
seperti sedang bermain petak umpat dengan tuhan.
“kau tahu?
Ketika penantian itu mendekat? Aku harus hancur! Aku galau! Perlu kau tahu, aku
sakit hati ketika ku fikir peluang untuk memilikimu semakin besar. Kau masih
ingat “the memoriam of shoes”? zimmy mengulas kembali.
“iya, aku
masih mengingatnya, karena aku mengenangnya.”
“semuanya
terlambat, kau telah dimiliki pras.” Kesal zimmy.
“aku masih
bisa terima itu selagi aku bisa berdekatan denganmu. Namun selang beberapa
bulan yang lalu entah mengapa, ku yakin kaupun sadar. Mengapa kau menjauhiku!
Aku kalang kabut dengan tanda Tanya besar.” Cerita zimmy penasaran.
“mungkin
ini saatnya kau tahu. Aku tahu tentangmu. Akupun tahu kau sangat mengharapkan
ira, dan ketika ira berusaha untuk menyayangimu. Tiba-tiba dia tahu kabar
simpang siur tentang kedekatan kita, tentang perasaanku juga. Lalu dia berniat
untuk mundur, dan menjodohkan aku denganmu.” Jelasku.
“lalu?”
katanya penasaran.
“karena itu
aku memilih jauh darimu. Aku tak mau merusak kebahagian yang hampir saja kau
dapatkan. Perlu kau tahu itu! Karena jika kau bahagia, akupun bahagia.”
“biar
tuhan, kau, aku dan makhluk ghaib lainnya yang mengetahui. Tak usah orang lain
tahu. Terlebih Ira, ku yakin kau paham. Karena aku terlanjur bersamanya.”zimmy
membuat perjanjian.
“iya aku
pahami ini. Semuanya memang terlambat.”
“aku sayang
padamu kawan!” zimmy menutup pembicaraan.
“aku juga
menyayangimu.” Jawabku dengan senyuman hangat di balik telepon genggam.
Kami bicara banyak hingga azan subuh
menjelang. Aku merasa sayap tumbuh dibawah ketiakku, dan aku bersyukur kepada
yang maha tinggi untuk menciptakan huruf S dalam kalimat yang penuh pesona itu.
Sekonyong-konyongnya aku disergap perasaan senang tak terperikan. Sesosok
makhluk seperti bangkit dalam diriku. Menghidupkan lagi sendi-sendi jemariku. Cinta
jenis apakah ini? Aku menggenggam jemariku sendiri yang gemetar. Betapa aku
sayang pada laki-laki itu. Aku tak bisa tidur, tak sabar aku berjumpa
dengannya.
Aku, dia dan waktu seperti telah
membentuk semacam persekongkolan yang begitu ganjil. Sehingga di dunia ini
hanya aku, dia dan tuhan yang boleh tahu. Namun bukankah ada kalanya
menyerahkan diri pada godaan dan memelihara rahasia menjadi bagian dari
indahnya menjalani hidup ini ?
Ketika masuk sekolah sudah hampir tiba,
kami harus bicara kembali. Akan seperti apa kami nanti ketika masuk sekolah tiba.
Zimmy menelponku.
“bagaimana kita di sekolah nanti?” Tanya
zimmy ,kurasa dia bingung.
“apa maksud kau? Ku kira biasa saja. Berkawan.”
“tapi aku takut? Resah zimmy.
“apa yang kau takutkan? Just enjoy! All
izz well . Semuanya akan baik-baik saja.”
“aku takut Ira, aku takut menyakitinya.”
Jawabannya membingungkanku.
“kau bodoh ya! Tak usah kau ceritakan tentang kita. Lagi pula aku dan
kau memang berkawan kan? Apa salahnya?” jawabku mulai kesal.
“aku takut jika aku kembali berkawan denganmu. Ira itu sensitif. Bagaimana
jika di sekolah nanti, seperti kemarin yang kau lakukan. Saling menjauh.
Pura-pura tak saling kenal ?”. ringan sekali usulnya.
Aku terdiam, mununduk, tak bisa
membendung air mata. Kau tahu kawan, air mata ini menetes saat kau tawarkan
usulanmu itu. Baru saja 2 minggu yang lalu kau buatku melejit ke udara. Tiba-tiba
kau harus jatuhkan aku berkeping-keping. Ketika ku berharap mengulangnya
seperti dulu.
“terserah kau, jika memang itu yang
terbaik bagimu, aku paham.” Setujuku dengan pasrah.
Hidup harus berlanjut, lupakan kesedihan,
jangan lagi di risaukan. Mungkin ini takdir langit yang tak pernah ku sadari. Seperti
inilah aku dengannya, aku harus berusaha membencinya kembali agar aku tak
pernah ingat dengan perasaan ini. Aku muak jika harus mendengar suaranya. Bahkan
melihat wajahnya. Menundukkan pandangan itu lebih baik. Ku rasa diapun begitu.
Saat kerinduan menyeruak hanya menambah
perih yang dalam di hati. Diapun berkirim surat memaki-makiku, karena secara
tidak langsung aku telah mengganggunya. Surat itu semata-mata hanya sebagai
pengantar rindu. Akupun membalasnya demikian, karena bukan hanya dia yang
terganggu. Aku juga.
***
Bertemu di bulan ramadhan, bulan penuh
berkah. Setelah satu tahun yang lalu ku alami “the memoriam of shoes”. Bulan ramadhan
kali ini kami mengadakan buka puasa bersama di Jakarta. Tepatnya kala itu aku
melihatnya dengan Ira. Kucuba untuk biasa, walau sebenarnya tak bisa. Malamnya
pun aku menginap di rumah Ira. Di kamar, kutemukan paper bag milikku. Kuberikan
kepada zimmy sebagai bag untukku kadoku. Namun saat ini paper bag itu ada di
depan mataku. Rupanya zimmy memberikan kado ulang tahun kepada Ira menggunakan
paper bag dariku. Kesal memang, tapi mau gimana lagi. Ku temukan surat di
dalamnya. Ku baca gemetar, tanpa sepengetahuan Ira. dadaku seperti di tikam
belati. Sakit.
Siangnya kami menghabiskan waktu menuju
kota tua. Terik matahari menyengat di saat kami berpuasa. Menjelang sore kami
beraksi memasangkan gaya masing masing untuk take picture. Tiba-tiba zimmy mengirim pesan (sms) padaku.
“rupanya kau tak pernah berubah ya? Gaya
kau tetap seperti itu!”
“apa maksudmu? Gayaku? Karena inilah
aku.” Anehku, tak biasanya dia sms aku.
“iya. Gaya kau di memoriam of shoes. Kau pun masih menggunakan
kerudung dan sepatu dengan warna yang sama.”
Aku semakin curiga, sepertinya zimmy
mengintai di sekitar sini. Aku sama sekali tak melihat batang hidungnya.
Mungkin karena aku bersama Ira. Tapi aku linglung di buatnya. Mengapa dia tahu
aku.
Aku melanjutkan perjalanan ke stasiun
Jakarta kota. Untuk kembali pulang setelah 2 hari di Jakarta. Tak jauh dari
kota tua.
“kau mau kemana?” Tanya zimmy di sms.
“mau pulang lah bodoh!” jawabku sinis.
“sekarang dimana kau berada?”
“aku di stasiun Jakarta kota.” Aku
semakin curiga, sepertinya dia masih mengintaiku.
“sekarang, bisa kau ke jalur 12. Penting!
Temui aku!”
“untuk apa? Siapa yang butuh? Kau saja
temui aku di sini. Jalur 1.” Semakin penasaran aku. Ternyata dia di sekitar
sini. Sejurus kemudian perasaanku mulai gugup. Aku akan berjumpa dengannya kali
ini. Di stasiun ini. Akankah ada kisah yang berkenang lagi?
“kau ke arah kiri,
sebrangi rel. tengok ke arah kanan.” Petunjuk zimmy padaku.
Tuhan apakah ini? Aku melihat sosoknya. Dari kejauhanpun sudah
berdetak kencang jantungku. Akankah aku bicara 4 mata dengannya? akupun menuju
ke arahnya. Dengan perasaan berdebar di tengah keramaian. Zimmy langsung
menarik lenganku dengan bisikan halusnya.
“ternyata bermain di belakang panggung
itu tidak enak ya?” sambil berjalan dengan genggaman erat tangannya.
Ya tuhan tingkah apalagi ini, aku tak
munafik aku terseret dalam genggamannya. Dia menggenggamku ! tak pernah aku
merasakan hal ini sebelumnya, genggaman yang begitu hangat. Dari laki-laki yang
seringkali hatiku miris dibuatnya. Jangan samapai aku katakan lagi, Bahwa aku
menyayanginya.
BERSAMBUNG………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar